"Menjual" Mitos di Desa Wisata


Seratus bungkus nasi kepel menyambut wisatawan yang mengunjungi Masjid Jami’At-Taqwa, Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Rabu (5/8) siang. Nasi bungkus daun jati dengan lauk bothok (lauk yang dibungkus daun pisang ñ Red) menjadi suguhan unik bagi wisatawan.
Nasi kepel yang dimitoskan banyak berkah itu pun menjadi rebutan para pengunjung. Siang itu, Masjid ”Wali” Loram Kulon kedatangan seratus pelaku usaha wisata dari Jawa, Bali, dan Lombok. Dikoordinasikan oleh Paguyuban Pelaku Wisata (PPW) Kudus, para pengunjung melihat bangunan cagar budaya peninggalan Sultan Hadlirin tersebut.
Mereka juga menikmati kesejukan air di sumur ”wali”, yang konon tak pernah kering, bahkan pada puncak musim kemarau sekalipun. Selain nasi kepel, pengunjung juga disuguhi visualisasi tradisi ”Manten Mubeng”. Manten Mubeng tak lain tradisi turun-temurun di Desa Loram Kulon yang masih dilestarikan warga setempat.
Tradisi itu dilakukan oleh setiap pasangan pengantin. Setelah dinikahkan, keduanya berjalan mengitari (mubeng) gapura masjid wali. Berbagai tradisi berbalut mitos yang ada di Desa Loram Kulon itu kini tengah serius ”dijual” pengelola desa wisata. Sebagai langkah awal, PPWmengajak pelaku usaha menikmati langsung bentuk kearifan lokal yang ada di Desa Loram Kulon.
Paket Wisata
Mereka diharapkan ikut membantu mempromosikan ke wisatawan di luar daerah. Ketua Pengelola Desa Wisata se-Kabupaten Kudus Anis Aminudin mengatakan, pengelola sejumlah desa wisata telah menyusun paket wisata khusus. Di Loram Kulon, misalnya. Selain mengunjungi masjid wali dan menonton tradisi yang ada, pengelola juga menyiapkan kunjungan ke Pasar Krempyeng, yaitu pasar rakyat yang berisi produk unggulan desa.
”Pengelola juga menyiapkan tur ke sejumlah perajin tas dan bordir, hingga kuliner seperti makanan olahan bandeng. Pengunjung juga bisa ikut belajar proses pembuatan kerajinan tersebut,” katanya. Dari sebelas desa wisata yang telah dikukuhkan, tujuh desa kini sudah memiliki pengelola dan serius menyiapkan paket wisata.
Ketujuh desa tersebut yaitu Desa Loram Kulon, Jepang, Terban, Colo, Kaliwungu, Kauman, dan Kaliputu. Selain mengunjungi Loram Kulon, para pelaku usaha wisata kemarin juga mengunjungi Kaliputu dan Kauman. Nur Falah, pengelola biro wisata di Brebes mengaku baru pertama melihat masjid wali dan tradisi yang masih dilestarikan di Desa Loram Kulon.
Melihat kuatnya tradisi dan keseriusan pengelola desa wisata, ia yakin Desa Loram Kulon bisa berkembang sebagai desa tujuan wisata. Hal senada diungkapkan Vivin Aviani, pengelola biro wisata asal Semarang. Kudus sejauh ini masih dikenal sebagai tujuan wisata religi.
Butuh kerja keras untuk mempromosikan kearifan lokal yang ada di desa wisata. ”Saat ini arah kunjungan wisata masih terpusat ke Surakarta dan Yogyakarta. Kota Kudus terhitung masih nanggung sebagai tujuan wisatawan, meski potensinya cukup banyak. Di sinilah butuh kerja keras menata lokasi wisata, termasuk gencar dalam berpromosi,” katanya. (Saiful Annas-24)
Sumber: Suara Merdeka

Post a Comment

0 Comments