Ini Sebab Rusaknnya Benda Cagar Budaya Loram

Komunitas dan akademisi memiliki peran vital dalam menjaga keberadaan benda cagar budaya (BCB). Mareka harus rajin mengingatkan dan mendorong pemerintah untuk peduli terhadap upaya pelestarian BCB.
Hal itu mengemuka pada diskusi ‘’Kudus Museum Peradaban’’ di Universitas Muria Kudus (UMK), Sabtu (8/4) malam. Sejarawan Kudus Edy Supratno mengaku prihatin dengan masih minimnya kepedulian pemerintah daerah terhadap situs-situs bersejarah di Kudus.
‘’Contohnya ketidakpedulian Pemkab Kudus untuk menjaga situs bersejarah di Desa Loram Kulon yang hilang. Saat itu kami sampaikan kepada kepala daerah, dengan entengnya bilang buat saja situs yang baru,’’ katanya.
Edy mengatakan, di Loram Kulon, Kecamatan Jati, terdapat situs makam kuno yang diyakini peninggalan era Mataram Kuno. Loram menjadi titik serang ke Prawoto (Keraton Medang).
‘’Situs-situs bersejarah di Loram banyak yang rusak, bahkan hilang. Gentong bersejarah di Loram terakhir saya lihat juga sudah rusak,’’katanya. Menurut penulis buku Djamhari Penemu Kretek itu, Kudus sudah layak disebut sebagai museum peradaban.
Pasalnya, Kudus kaya sejarah mulai dari era prasejarah, Hindu-Budha, Islam, hingga peninggalan era kolonial. Selain Edy, narasumber lain adalah Kasi Sejarah dan Peninggalan Pubakala Disbudpar Kudus Sutiyono dan Akademisi STAIN Kudus Nur Said.
Pada diskusi yang digagas Jaringan Edukasi Napak Tilas Kabupaten Kudus (Jenank) dan Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah itu, juga diputar dua film berjudul Tangan-Tangan Terpilih yang mengisahkan Mbah Man, seorang pencari batu candi yang berperan besar pada pemugaran candi dan BCB yang dilakukan BPCB Jateng, dan film Jagad Kalicode.

Kesalahan Memaknai
Edy mengatakan, ketidakpedulian terhadap BCB banyak dipicu kesalahan memaknai sejarah sebagai masa lalu dan menganggapnya sebuah mitos. ‘’Kudus sangat kaya sejarah masa silam, termasuk keberadaan selat Muria menarik untuk digali lebih dalam,’’ katanya.
Akademisi STAIN Nur Said mengingatkan, jika BCB tidak hanya dimaknai sebagai sebuah benda atau bangunan bersejarah. Manuskrip-manuskrip kuno juga perlu diberi perhatian lebih agar tetap lestari dan bermanfaat bagi generasi saat ini.
Kasi Sejarah dan Peninggalan Pubakala Disbudpar Kudus Sutiyono mengatakan, di Kudus tercatat 98 BCB terdaftar di BPCB Jateng tahun 2016. ‘’Kami belum menginventarisasi kembali, karena keterbatasan tenaga ahli,’’katanya.
Upaya pelestarian rumah adat kudus misalnya, menghadapi kendala karena umumnya rumah tercatat sebagai aset pribadi warga. Penjualan rumah-rumah adat membuat jumlahnya terus menyusut.
‘’Boleh-boleh saja rumah adat dijual, asalkan tidak berpindah tempat,’’katanya. Aktivis Jenank Danar Ulil Husnugraha menambahkan, pelestarian BCB bisa dilakukan optimal jika konsep ABCD berjalan.
Konsep itu melibatkan akademisi, pelaku bisnis, komunitas, dan pemerintah. ‘’Hanya peran pemerintah di daerah kerap tidak sejalan dengan upaya pelestarian BCB,’’ ungkapnya. (H62-27)
Sumber: Suara Merdeka

Post a Comment

0 Comments