Tradisi Ampyang Maulid di Loram Kulon


Ampyang Maulid terdiri dari dua kata yaitu "Ampyang" dan " Maulid ". Menurut sesepuh Desa Loram Kulon "Ampyang" adalah jenis krupuk yang terbuat dari tepung, berbentuk bulat dengan warna yang beraneka macam. Oleh masyarakat Desa Loram Kulon pada waktu itu krupuk tersebut dijadikan sebagai hiasan sebuah tempat makanan berbentuk persegi empat, terbuat dari bambu, kayu dengan bentuktempat ibadah agama Islam seperti Masjid, Musholla, rumah joglo dan lainnya yang dibagian pojoknya diberi hiasan spesifik bunga jambul yaitu bambu di serut hingga mlungker-mlungker (melingkar-lingkar) kemudian diberi berbagai macam warna. Didalamnya berisi nasi dan lauk pauk yang kemudian di usung ke Masjid Wali At Taqwa Loram Kulon setiap tanggal 12 Robi'ul Awwal untuk memperoleh berkah.

 
Sedangkan kata 'Maulid" adalah berasal dari bahasa Arab Walada menjadi bentuk masdar tnaulidan yang aninya kelahirart. Jadi kata Ampyang bila dirangkai dengan kata Maulid sehingga menjadi Ampyang Maulid mempunyai arti makanan yang di tata sedemikian rupa dalam suatu wadah yang unik yang di usung oleh masyarakat pada perayaan mcmperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW di Masjid Wali Loram Kulon.

ZAMAN KOLONIAL BELANDA
Di sebelah barat Kota Kudus ± jarak 35 KM terdapat kota Jepara. Tepatnya di Mantingan masuk wilayah kabupaten Jepara terdapat sebuah bangunan Masjid kuno selain itu juga terdapat Makam Ratu Kalinyamat. Dalam sejarah tahun 1573 - 1574 M pernah memberi bantuan armada kepada Aceh dan Johor untuk melawan Portugis di Malaka. Ratu Kalinyamat bersuamikan Sultan Hadirin yang juga murid dan menantu Sunan Kudus.
Masjid Wali At Taqwa Loram Kulon di dirikan oleh Sultan Hadirin dari Mantingan dalam rangkaian penyebaran Agama Islam di Jawa Tengah. Setelah mendirikan Masjid di Pandanaran Semarang diteruskan di daerah Loram Kulon, Jepang dan Jati Wetan.
Pada   masa   Sultan   Hadirin   inilah   ajaran   agama   Islam   mulai diperkenalkan   kepada    masyarakat Loram Kulon, setiap hari Jum'at    Sultan Hadirin naik Kuda dari Mantingan Jepara menuju Loram Kulon untuk Sholat Jum'at dilanjutkan dengan da'wah keagamaan. Tradisi Ampyang Maulid pada masa itu diadakan dalam rangka mempcringati hari kelahiran atau Maulid Nabi Muhammad SAW.
Prosesi Ampyang Maulid saat itu sangat sederhana, Ampyang oleh masing-masing kelompok baik dari kelompok dukuh-dukuh. maupun sekelompok orang untuk di bawa ke Masjid di taruh di depan

Masjid  Wali  Loram  Kulon,  pada waktu itu belum di rehab, karena banyaknya  peserta  Ampyang,  tempatnya tidak muat hingga melebar sampai ke depan Gapura. Pada saat itu Kepala Desa Loram Kulon beserta perangkat Desa Loram Kulon dan Kepala Desa Loram Wetan beserta Perangkat Desa LoramWetan masing-masing membawa manganan (shodaqoh) di taruh dalam Ampyang dan di bawa ke Masjid dengan berpakaian seragam kebesaran pejabat Desa. Semua Perangkat Desa baik Loram Kulon maupun Loram Wetan di haruskan mengikuti acara Ampyang Maulid dan tidak boleh di wakilkan.
Kepala Desa Loram Kulon beserta Perangkatnya masuk lewat pintu Gapura sebelah selatan dan duduk di Masjid sebelah selatan, sedangkan Kepala Desa Loram Wetan beserta Perangkatnya masuk pintu Gapura sebelah utara dan duduk di Masjid sebelah utara. Setelah semuanya masuk Masjid maka Acara dimulai dengan Do'a bersama ( ngalap berkah ) yang di pimpin oleh Imam Masjid, dan diakhiri dengan makan shodaqoh bersama setelah itu Ampyang di bawa pulang kembali.
Pada masa Kolonial Belanda tradisi Ampyang Maulid berlangsung dengan baik tanpa ada tekanan sampai pada masa Penjajahan Jepang tahun 1941 M. Pada akhir abad ke XVI Bangsa Belanda mulai masuk   ke Indonesia yang di pimpin oleh Ratu Wilhelmina Ibu dari  Ratu Yuliana dan  pada   abad   ke   XVII   telah   berhasil   menanamkan kekuasaannya di daerah-daerah  yang  vital dan  startegis  bagi dunia  perniagaan dan politik di Indonesia pada waktu itu.

ZAMAN PENJAJAHAN JEPANG
 Bangsa Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda sebagai pemimpin Asia dan Saudara tua bangsa Indonesia ternyata lebih menyengsarakan bangsa Indonesia, Karena terjadi perampasan hasil pertanian dan bahan-bahan pokok. Pakaian yang dipakai pada saat itu terbuat dari karung goni, makanan dari umbi-umbian, bonggol pisang, ketela dan nasi jagung. Termasuk masyarakat Loram juga mengalami krisis bahan makanan.
Masa penjajahan Jepang berlangsung dari tahun 1942 - 1945 M pada periode ini tradisi Ampyang Maulid berhenti dikarenakan krisis perekonomian , krisis bahan makanan dan sandang.

                                                                             
ZAMAN KEMERDEKAAN RI 1945        
 Pada tahun 1945 M bangsa Indonesia memproklamirkan   Kemerdekaannya dari segala bentuk penjajahan termasuk Belanda  atau Jepang.
Pada tahun 1945-1946 M tradisi Ampyang Maulid masih terhenti dikarenakan situasi Politik dan Ekonomi yang belum normal ( masa transisi ) setelah di jajah Jepang. Baru pada tahun 1947 M kegiatan tradisi Ampyang Maulid berlangsung kembali sampai pada tahun. 1959 M. pada masa ini PKI merancang ingin merubah Ideolosi Pancasila dengan Ideologi MANIPOL USDEK serta Nasakom.

Dari Andeslo

Post a Comment

0 Comments