Di antara para sesepuh yang diziarahi adalah KH. Amir Idris, pendiri pondok pesantren pertama di Pekalongan. Beliau adalah guru dari KH. Yasin Jekulo, KH. Muhammadun Pondowan, KH. Ahmad Basyir Jekulo dan para ulama besar lainnya. Makam KH. Amir tidak hanya diziarahi pada waktu harlah saja, tapi juga ada haulnya di Bulan Rabi'ul Akhir (Ba'da Mulud).
KH. Amir Idris
Beliau wafat pada 8 Rabi'ul Akhir 1357 H atau tahun 1938 M pada usia 63 tahun,tepatnya pada jam 12.25 istiwa’. Pada saat itu jam di musholla, pondok, dan rumah beliau pun ikut mati dan anehnya jam-jam tersebut tidak dapat diperbaiki sampai sekarang. Beliau dimakamkan di pemakaman Banyurip Ageng, Pekalongan Selatan (pemakaman depan Masjid Jami’ Banyurip Ageng).
Dulu, pada haul tersebut, KH. Muhammadun sering datang ke Simbang untuk rawuh dan nderekaken haul sang guru. KH. Muhammadun tidak datang sendirian, tapi juga mengajak keluarga, baik anak maupun cucu untuk ikut haul dengan mengendarai kereta api. Sampai sekarang, dzurriyyah KH. Muhammadun juga selalu mengikuti haul KH. Amir Idris, diantaranya adalah KH. Aniq Muhammadun dan KH. Aslam Muhammadun.
Beliau wafat pada 8 Rabi'ul Akhir 1357 H atau tahun 1938 M pada usia 63 tahun,tepatnya pada jam 12.25 istiwa’. Pada saat itu jam di musholla, pondok, dan rumah beliau pun ikut mati dan anehnya jam-jam tersebut tidak dapat diperbaiki sampai sekarang. Beliau dimakamkan di pemakaman Banyurip Ageng, Pekalongan Selatan (pemakaman depan Masjid Jami’ Banyurip Ageng).
Dulu, pada haul tersebut, KH. Muhammadun sering datang ke Simbang untuk rawuh dan nderekaken haul sang guru. KH. Muhammadun tidak datang sendirian, tapi juga mengajak keluarga, baik anak maupun cucu untuk ikut haul dengan mengendarai kereta api. Sampai sekarang, dzurriyyah KH. Muhammadun juga selalu mengikuti haul KH. Amir Idris, diantaranya adalah KH. Aniq Muhammadun dan KH. Aslam Muhammadun.
Seribu Bendera NU
Di samping ziarah, pengurus ranting desa tersebut juga menginstruksikan para warga Nahdliyyin untuk memasang satu bendera NU di depan rumah masing. Tidak ada jalan maupun gang di desa Simpang kecuali dipenuhi dengan bendera dan atribut NU lainnya. Dengan demikian, tidak salah jika Simbang mendapatkan sebutan seribu bendera NU.
Di samping ziarah, pengurus ranting desa tersebut juga menginstruksikan para warga Nahdliyyin untuk memasang satu bendera NU di depan rumah masing. Tidak ada jalan maupun gang di desa Simpang kecuali dipenuhi dengan bendera dan atribut NU lainnya. Dengan demikian, tidak salah jika Simbang mendapatkan sebutan seribu bendera NU.
0 Comments