Kiai Telingsing dan Minat Ukir Sunan Kudus

 Kedekatan Sunan Kudus dan ulama asal Tionghoa Kiai Telingsing ternyata bermula dari sebuah kendi berukir kaligrafi. Lewat kendi itu, Sunan Kudus pun berminat untuk belajar seni ukir. Bagaimana kisahnya?

Cerita soal kendi itu dikisahkan oleh juru kunci Makam Kiai Telingsing, Noor Hidayat (52). Noor menyebut Kiai Telingsing dulunya dikenal dengan The Ling Sing yang merupakan ulama asal Tionghoa yang tinggal di wilayah Sunggingan.



"Di Kudus ada tajug atau Menara Kudus dulu yang dirikan Mbah Kiai Telingsing. Konon ceritanya awal ketemu Kiai Telingsing dengan Sunan Kudus di Desa Nganguk. Itu di sana bangun masjid, itu pertama kali ketemu dengan Sunan Kudus," kata Noor mengawali kisahnya saat ditemui di Makam Kiai Telingsing, Rabu (3/3/2021).

Kiai Telingsing konon tersohor dengan keahlian seni mengukirnya. Sehingga, Kiai Telingsing dipercaya untuk membuat cinderamata kepada raja yang menjadi tamu Sunan Kudus.

"Asalnya Sunan Kudus meminta Kiai Telingsing untuk membuat cinderamata. Sunan Kudus kan menerima tamu raja-raja waktu itu, terus disuruh buat cinderamata," ucapnya.

Konon, Kiai Telingsing diminta untuk membuat kendi yang bertuliskan kaligrafi. Tak disangka kendi buatan Kiai Telingsing berbentuk sederhana.

Sunan Kudus waktu itu tak sengaja menyenggol kendi tersebut dan pecah. Ternyata dari pecahan kendi itu, Sunan Kudus menemukan ada lafal syahadat di bagian dalam kendi yang pecah.

"Itu sederhana, berupa kendi. Tanpa sengaja kok disenggol Sunan Kudus, jatuh, pecah, di dalamnya ada ukiran kalimat syahadat. Pada saat itu Sunan Kudus kaget kepada Kiai Telingsing, sehingga memang Sunan Kudus berguru tentang seni ukir, kanuragan itu belajar sama Kiai Telingsing," terangnya.

Noor yang merupakan juru kunci generasi ketiga menyebut Kiai Telingsing memiliki ayah berasal dari Jawa. Ayahnya bernama Sungging yang tinggal di China dan menikah di sana, sehingga Kiai Telingsing merupakan kelahiran Tionghoa.

"Silsilah Mbah Kiai Telingsing ini dilahirkan mulut-mulut ke mulut, ayahanda Mbah Kiai Telingsing dari tanah Jawa, yang namanya Mbah Sungging," ucapnya.

Dari kepercayaan turun-temurun, kata Noor, ayah Kiai Telingsing juga dikenal sakti. Saat dewasa, sang ayah meminta Kiai Telingsing untuk pergi ke Tanah Jawa.

"Nah itu bapaknya ngomong, kalau pengin hidupnya mulia, tenteram ke sana pergi ke tanah Jawa. Kiai Telingsing akhirnya ke Jawa. Ceritanya Kiai Telingsing ke Jawa naik perahu," terangnya.

Hingga kini makam Kiai Telingsing tidak pernah sepi. Lokasinya berada di Kelurahan Sunggingan, Kecamatan Kota, Kudus. Jarak dari pusat kota Kudus sekitar 1,5 kilometer atau berkendara sekitar 4 menit saja.

Makam Kiai Telingsing berada di tengah permukiman warga. Bangunannya masih asri, tampak tumpukan bata berwarna merah yang masih terawat.

Di sekitar makam Kiai Telingsing pun terdapat sejumlah makam kerabat sosok ulama asal Tionghoa itu. Para pelancong dari berbagai wilayah pun mendatangi makam Kiai Telingsing ada yang sekadar berziarah ada pula yang meyakini mencari berkah maupun kesembuhan.

"Hari ini malam Jumat banyak. Kemarin Banten, Semarang, banyak (yang datang) ke sini ada mengharap sesuatu, supaya dapat barokah ke sini. Malahan ada orang PNS itu malah sering ke sini. Kemarin ada Semarang ke sini," terang Noor.

Cerita soal keahlian Kiai Telingsing di seni ukir juga dikisahkan Dosen Filsafat dan Budaya IAIN Kudus Nur Said. Dia menyebut Sunan Kudus dan Kiai Telingsing merupakan tokoh penyiar agama Islam di Kudus.

"Sunan Kudus dan Kiai Telingsing memang kisah dan ceritanya keduanya sosok penyebar Islam di Kudus. Kiai Telingsih itu lebih awal dan dikenal punya keterampilan ukir, termasuk ukiran gebyok itu jasa Kiai Telingsing. Kesenian ukir itu," kata Kang Said begitu sapaannya saat ditemui di ponpes miliknya di Desa Ngembalrejo Kecamatan Kota, Sabtu (6/3).

Dia juga menyebut Kiai Telingsing terkenal sebagai salah satu pembuat kendi yang di dalamnya bertuliskan kaligrafi bacaan syahadat.

"Memang bagimana Kiai Telingsing, bagaimana jika ada tamu kan ada cenderamata jika ada tamu kan saling memberikan itu kendi lafal syahadat. Itu pesan bagaimana memberikan pentingnya syahadat bagi kedepan masyarakat," terangnya.

Terpisah, Kabid Kebudayaan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus, RR. Lilik Ngesti W menambahkan Makam Kiai Telingsing sudah masuk pada benda cagar budaya sejak tahun 2005 silam. Menurutnya pihaknya pun telah membantu untuk pemeliharaan dan perawatan makam ulama asal Tionghoa tersebut.

"Sudah tercatat sebagai benda cagar budaya sejak tahun 2005. Dia sudah tercatat. Itu harus dikaji ulang, kita belum mengkajinya," kata Lilik ditemui di kantornya, Kamis (4/3).

"Kita baru bisa membantu orang-orang memelihara. Sesuai Undang-Undang dirawat kita memberikan bimbingan pelatihan dan reward sesuai kemampuan pemkab," tambah Lilik.

Sumber: Detik

Post a Comment

0 Comments