Sewu Kupat, Tradisi Syawalan di Gunung Muria

Masyarakat Kabupaten Kudus, Jawa Tengah memiliki beragam tradisi kebudayaan untuk meluhurkan kiprah para Walisongo.

Salah satunya adalah dengan menggelar parade "Sewu Kupat". Dalam bahasa Indonesia, Sewu berarti seribu dan kupat tak lain adalah ketupat

Kegiatan ini merupakan kearifan lokal warga setempat untuk menghormati tokoh agama Islam yang tergabung dalam Walisongo yaitu Sunan Muria. Perayaan Sewu Kupat biasanya berlangsung sepekan usai hari raya Idul Fitri atau 7 Syawal.

Gunungan

Belasan gunungan berisi ketupat diarak oleh warga mulai Makam Sunan Muria, Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kudus, pada Jumat (22/6/2018) siang. Iring-iringan gunungan ketupat dalam Parade Sewu Kupat berakhir di Taman Ria Colo, Kudus.

Sementara itu tampak ribuan warga berkerumun untuk menanti tradisi Sewu Kupat sejak pagi. Entah sekadar menyaksikan maupun berebut isi gunungan.

Gunungan tidak hanya berisi ketupat, melainkan juga terpajang berbagai hasil bumi lereng Gunung Muria dan jajanan tradisional. Gunungan itu dibawa oleh masyarakat Kecamatan Dawe dari masing-masing desa dan didoakan di Makam Sunan Muria.

Selain untuk memuliakan perjuangan Sunan Muria dalam menyebarkan agama islam, tradisi ini tak lain juga berharap keselamatan dan keberkahan kepada Sang Khalik atau istilahnya "Ngalap Berkah". Tradisi ini juga bertepatan dengan Hari Raya Ketupat yang jatuh hari ini.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kudus Yuli Kasiyanto menyampaikan, tradisi Sewu Kupat ini merupakan agenda rutin tahunan. Kemeriahan tradisi ini diharapkan bisa mendongkrak kuantitas wisatawan yang berkunjung ke Desa Colo. Selain menikmati keunikan tradisi Sewu kupat, pengunjung bisa berziarah ke Makam Sunan Muria.

Prosesi tradisi Sewu Kupat diawali manaqib sore kemarin, kemudian puncaknya pada hari ini dengan berziarah ke makam Sunan Muria.

"Gunungan ketupat dibawa ke Makam Sunan Muria untuk didoakan terlebih dahulu," kata Yuli.

Ngalap Berkah

Tradisi Sewu Ketupat juga dimeriahkan dengan pemotongan ketupat secara simbolik oleh Bupati Kudus Musthofa. Acara dilanjutkan dengan hiburan drama tari kolosal. 

Tradisi Sewu Kupat diakhiri dengan momen ribuan warga yang berebut gunungan berisi ketupat, hasil bumi dan jajanan tradisional itu. Dalam sekejap isi gunungan ludes menjadi rebutan warga.

"Tradisi berlangsung meriah setiap tahunnya. Turun temurun. Seluruh warga desa selalu ikut parade sewu kupat. Lihat saja, sekejap saja gunungan ludes," sambung Yuli mewakili panitia Parade Sewu Kupat.

Sementara itu Bupati Kudus, Musthofa, berharap tradisi masyarakat lereng Muria tersebut tak punah. Tradisi Sewu Kupat merupakan bentuk kearifan lokal yang bernuansa positif.

"Selain bersyukur kepada Sang Pencipta, sewu Kupat merupakan bentuk penghormatan kita kepada Sunan Muria. Kita Ngalap Berkah dari Kanjeng Sunan Muria," katanya.

Joko Waluyo (45), warga asal Boyolali, Jateng mengaku sudah tiga kali ini ikut berebut gunungan dalam tradisi Sewu Kupat. Ia dan keluarganya sengaja jauh-jauh berkunjung ke Kudus untuk meramaikan tradisi Sewu Kupat.

"Kami berziarah dan menikmati wisata alam lereng pegunungan Muria. Selain itu kami juga ngalap berkah dengan ikut berebut gunungan Sunan Muria. Pastinya berkah setelah didoakan," pungkas pengusaha kain ini.

Sumber: Kompas Travel

Post a Comment

0 Comments