Oleh: Madad
Salim
Sudah sering saya menceritakan
tentang beliau. Dan besok pagi, bertepatan Haulnya di Pesantren Pondowan Tayu
Pati Jawa Tengah. Tidak ada salahnya saya kembali menceritakannya. Idh bidzikris
Shalihina Tanzilur Rahamaat.
Cerita pertama tentang Bahasa.
Jika kita orang jawa menghadap
keseseorang yang terhormat, biasanya kalimat pembukanya dalam bahasa inggil
(halus) nya kurang lebih begini: “Dalem sowan wonten ngarsa panjenengan,
sepindah silaturrahmi...” Artinya, Saja menghadap kehadapan Tuan pertama
niat bersilaturrahmi. “Kemudian Bla...Bla..Bla...
Dan kerendahan hati khas Jawa
tersebut dilakukan juga oleh Mbah Madun saat beliau Haji, dan sowan kehadapan
Sayyid Muhammad Al Maliki. Cuma sayangnya, kalimat yang sopan dalam bahasa Jawa
tersebut menjadi aneh saat Di translet kedalam Bahasa Arab oleh Mbah Madun.
“ANA AHDHURU AMAMAKA....” Artinya
ya tadi, “Dalem sowan wonten ngarsa panjenengan...” Baru sepenggal kalimat
ini, Abuya Al-Maliki sudah mengrenyikan dahinya tanda kebingungan. Tidak tahu
apa maksud ucapan tamu didepannya.
Bahasa yang dipakai Mbah Madun
itu bahasa Arab Kitab, bukan bahasa percakapan (‘ammiyah).
Pak Lik saya, almarhum Kyai Ali
Murtadho yang saat itu masih menjadi santrinya Abuya, berinisiatif menjelaskan
makna kalimat yang diucapkan Mbah Madun tersebut, barulah Abuya faham. Maka
dengan senyuman nakalnya, Abuya membalas kalimat aneh Mbah Madun dengan jawaban
yang tidak kalah aneh. Abuya menjawab dengan nada rada kenceng:
“ANA LA AFHAMU KALAMAKA...!”Artinya,
Aku gak mudeng kamu ngomong apa tadi... Ha....Ha...Ha...
Tetapi Abuya Faham kalau tamu
didepannya itu seorang Ulama besar dari Jawa. Beliau bertanya kepada Mbah Madun:
"Kyai punya taklifan apa?”
Mbah Madun sebenarnya mempunyai
banyak karya tulis, baik bentuk matan ataupun Syarah-Syarah. Namun Mbah Madun
dengan rendah hati menjawab melalui Pak Lek saya si penterjemah itu:
“Omongno karo Ndoro Sayyid, aku
nulis Syarah Alfiyyah Ibnu Malik..”
Artinya, katakan saja Sayyid, aku
menulis Syarah Alfiyyah Ibnu Malik. Mendengar jawaban ini, berdecak kagumlah
Abuya dan seketika menjuluki Mbah Muhammadun sebagai Sibawaih Jawa. Sibawaih (pakar
Nahwu) dari tanah Jawa.
(bersambung)
0 Comments