Kyai Wali Muhammadun: Sibawaihi Jawa (1)






Sudah sering saya menceritakan tentang beliau. Dan besok pagi, bertepatan Haulnya di Pesantren Pondowan Tayu Pati Jawa Tengah. Tidak ada salahnya saya kembali menceritakannya. Idh bidzikris Shalihina Tanzilur Rahamaat.
Cerita pertama tentang Bahasa.

Jika kita orang jawa menghadap keseseorang yang terhormat, biasanya kalimat pembukanya dalam bahasa inggil (halus) nya kurang lebih begini: “Dalem sowan wonten ngarsa panjenengan, sepindah silaturrahmi...” Artinya, Saja menghadap kehadapan Tuan pertama niat bersilaturrahmi. “Kemudian Bla...Bla..Bla...
Dan kerendahan hati khas Jawa tersebut dilakukan juga oleh Mbah Madun saat beliau Haji, dan sowan kehadapan Sayyid Muhammad Al Maliki. Cuma sayangnya, kalimat yang sopan dalam bahasa Jawa tersebut menjadi aneh saat Di translet kedalam Bahasa Arab oleh Mbah Madun.

“ANA AHDHURU AMAMAKA....” Artinya ya tadi, “Dalem sowan wonten ngarsa panjenengan...” Baru sepenggal kalimat ini, Abuya Al-Maliki sudah mengrenyikan dahinya tanda kebingungan. Tidak tahu apa maksud ucapan tamu didepannya.
Bahasa yang dipakai Mbah Madun itu bahasa Arab Kitab, bukan bahasa percakapan (‘ammiyah).
Pak Lik saya, almarhum Kyai Ali Murtadho yang saat itu masih menjadi santrinya Abuya, berinisiatif menjelaskan makna kalimat yang diucapkan Mbah Madun tersebut, barulah Abuya faham. Maka dengan senyuman nakalnya, Abuya membalas kalimat aneh Mbah Madun dengan jawaban yang tidak kalah aneh. Abuya menjawab dengan nada rada kenceng:

“ANA LA AFHAMU KALAMAKA...!”Artinya, Aku gak mudeng kamu ngomong apa tadi... Ha....Ha...Ha...

Tetapi Abuya Faham kalau tamu didepannya itu seorang Ulama besar dari Jawa. Beliau bertanya kepada Mbah Madun: "Kyai punya taklifan apa?”
Mbah Madun sebenarnya mempunyai banyak karya tulis, baik bentuk matan ataupun Syarah-Syarah. Namun Mbah Madun dengan rendah hati menjawab melalui Pak Lek saya si penterjemah itu:

“Omongno karo Ndoro Sayyid, aku nulis Syarah Alfiyyah Ibnu Malik..”
Artinya, katakan saja Sayyid, aku menulis Syarah Alfiyyah Ibnu Malik. Mendengar jawaban ini, berdecak kagumlah Abuya dan seketika menjuluki Mbah Muhammadun sebagai Sibawaih Jawa. Sibawaih (pakar Nahwu) dari tanah Jawa.
(bersambung)

Post a Comment

0 Comments