Kunci Keberhasilan Dakwah Wali Sepuluh Menurut Syekh Abul Fadhol Senori Tuban


KH. Abul Fadhol as-Senori
Senori, salah satu Kota Kecamatan di Kabupaten Tuban Jawa Timur. Namanya harum seharum nama ulama guru para ulama Indonesia. Beliau adalah KH. Abul Fadlol As-Senory At-Tubany. Meski beliau sudah wafat, namanya tidak bisa hilang dari ingatan semua orang. Bahkan berkat beliau, nama Senori juga ikut harum. Kiai Fadlol memang fenomenal, kisahnya dari kecil hingga besar sebagaimana yang dituturkan oleh putra pertamanya, KH. Abdul Jalil selalu menarik untuk disimak dan disuritauladani.  Menurut Kiai Musta’in Sahal, kiai Loram yang pernah belajar kepada beliau adalah KH. Tholhah Izzul Ma’ali dan Kiai Ghofur bin KH. Ihsan yang meninggal ketika masih muda.

Beliau juga termasuk ulama produktif, yang menyusun kitab-kitab tentang ilmu alat, tentang ahlussunnah wal jama'ah, dan bidang lainnya, termasuk bidang sejarah seperti Ahla al-Musamarah fi Hikayah al-Auliya' al-'Asyrah.
Sampul Kitab Ahla al-Musamarah
 Syekh Abul Fadhol Senori Tuban, salah seorang ulama yang sangat dihormati di zamannya, guru para kyai besar di Nusantara, pernah menulis tentang hikayat wali 10 (Wali Songo + Syekh Siti Jenar) berjudul "Ahla Musamarah fi Hikayat Auliya' 'Asyrah". Dalam kitab tersebut, Syekh Abul Fadhol menyoroti bahwa faktor utama keberhasilan dakwah wali 10 dalam mengislamkan masyarakat Nusantara yang kala itu mayoritas beragama Hindu/Budha adalah karena: (1) Mereka berdakwah dengan akhlak mulia yang penuh akan kebijaksanaan (hikmah), (2) Mereka menggunakan tutur kata yang baik nan indah (mau’idzah hasanah), (3) Mereka berkenan untuk dengan berdialog dengan penuh kesantunan (mujadalah bil-lati hiya ahsan).
Adapun langkah-langkah riil Wali 10 dalam menyebarkan Islam di bumi Nusantara adalah sebagai berikut: 
1. Dakwah melalui pendidikan. Dakwah melalui pendidikan dilakukan para wali 10 untuk menyebarkan ajaran agama Islam, dengan cara mendirikan pesantren, mengadakan pengajian dan ceramah keagamaan dan lain sebagainya. Dakwah pendidikan Islam yang dijalankan oleh para wali 10 didasarkan kepada tiga pokok agama Islam, yaitu: Syari’at, Thariqat, dan Hakekat, sebagaimana yang telah dicontohkan antara lain oleh Maulana Malik Ibrahim, Raden Rahmat atau Sunan Ampel, Maulana Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati dan lain sebagainya.
2. Dakwah melalui kaderisasi. Dakwah melalui kaderisasi dilakukan oleh para wali 10 dengan tujuan untuk menghasilkan generasi penerus yang konsisten menjalankan syariat, riyadhah, dan menjauhi segala kemungkaran, sehingga mereka mampu menjadi pemimpin umat yang mengayomi sekaligus disegani oleh masyarakatnya. Dengan begitu, mereka akan mampu mengajak masyarakatnya untuk memeluk agama Islam. Dakwah Islam Nusantara melalui kaderisasi ini dilakukan oleh para wali 10 dan ulama setelahnya, sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan Ampel dan Pamannya yakni Maulana Ishaq dalam mendidik serta mengkader anak-anak dan murid-muridnya supaya mampu menjadi pemimpin umat.
3. Dakwah melalui kesantunan bersikap dan bertutur kata. Melalui kesantunan sikap dan tutur kata, para wali 10 hendak mengenalkan kepada masyarakat bahwa agama Islam adalah agama yang ramah dan santun. Oleh karena masyarakat Nusantara berikut nenek moyangnya memiliki watak dasar ramah dan santun, maka ajaran Islam yang dibawa oleh wali 10 tersebut secara cepat diterima oleh masyarakat. Dengan kesantunan dalam berdakwah, masyarakat sepenuh hati menyatakan Islam kepada para wali songo tanpa ada paksaan apalagi kekerasan.
4. Dakwah melalui jaringan. Dalam berdakwah, wali 10 membangun jejaring dakwah yang kokoh, sistematis, dan terorganisir. Jaringan kyai-santri terbangun sedemikian kuat, sehingga ketika ada sebuah fatwa mengenai sebuah persoalan yang dikeluarkan oleh para wali, maka para santri-santrinya yang tersebar di seantero Nusantara akan sigap dan tanggap dalam mematuhi fatwa kyai-kyainya. Jejaring dakwah kyai-santri yang dibangun oleh para wali berabad-abad lalu ini begitu kokoh, dan hingga sekarang keberadaannya masih bisa dirasakan dan masih setia dalam mengawal peradaban Islam Nusantara dan menjaga Kesatuan Negara Republik Indonesia.
5. Dakwah melalui budaya. Dakwah melalui budaya merupakan salah satu langkah dakwah wali 10 yang berhasil mengajak masyarakat Nusantara berbondong-bondong memeluk Islam. Penggunaan wayang dan sastra Jawa sebagai sarana dakwah, pembangunan masjid sesuai dengan arsitektur bangunan Nusantara, dan penerimaan terhadap budaya lokal lain yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam merupakan contoh daripada bentuk dakwah riil para wali melalui budaya.
6. Dakwah melalui politik. Tujuan daripada langkah dakwah wali 10 melalui politik adalah untuk menjunjung tinggi kalimat Allah (I’laa’ Kalimatillah) dan mensyiarkan ajaran agama Islam. Para wali dan para ulama Nusantara terdahulu faham betul bahwa politik dan kekuasaan sangat berpengaruh terhadap agama rakyat kecil, sehingga ketika seorang raja memeluk agama Islam, maka besar kemungkinan rakyatnya dengan mudah akan mengikutinya. Oleh karenanya, pemimpin ideal bagi umat Islam, selain harus memiliki ilmu para ulama (Ilmu al-‘Ulama) dan kebijaksanaan para bijak bestari (Hikmat al-Hukama’), juga harus memahami dunia perpolitikan kerajaan berserta tipu muslihatnya (Siyasat al-Muluk) supaya mereka tidak mudah ditipu oleh musuh-musuhnya.
Kepada Wali Songo, Syekh Siti Jenar, dan Syekh Abul Fadhol, mari kita haturkan Surat Al-Fatihah... Lahumul Fatihah..
Bahan bacaan: Syekh Abul Fadhol Senori, Ahla Musamarah fi Hikayat Auliya' 'Asyrah.
Kagem Mbah Fadhol lahul Fatihah..
 Sumber: Facebook

Post a Comment

0 Comments