Sumur Gentong ini
termasuk juga Benda Cagar Budaya yang terbuat dari tumpukan beberapa
gentong kuno, disekitar sumur terdapat uang logam kuno tahun 1717 dan
uang emas logam bertuliskan ZEELAN DIA 1738.
Sumur yang terdiri
dari 4 susun (4 tundun = Jawa) seperti gentong bak baik yang terbuat
dari tanah liat (terakota). Sumur Gentong ini memiliki keliling 188 cm,
diameter 60 cm, tinggi 56 cm dan luas bangunan 64 meter persegi.
Sumur
gentong merupakan sumur kebanggaan bagi desa loram. Sumur ini dijadikan
sebagai tempat wisata rohani bagi warga di luar daerah karena dianggap
memiliki suatu khasiat sumber mata airnya yang dipercaya bisa menyembuhkan orang sakit. Serta mempunyai keunikan tersendiri yaitu sumur ini tidak pernah mengalami kekeringan walaupun di musim kemarau yang panjang.
Saat ini sumur kebanggaan desa
loram tersebut dijadikan pemerintah sebagai cagar budaya yang harus di
lindungi oleh pemerintah sesuai Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1992.
Ada cerita menarik tentang Gentong Loram ini, sebagaimana diliput oleh Suara Merdeka pada Senin, 5 Agustus 2002. Berikut kisahnya:
Kodir (kanan) bersama seorang yang ia yakni sebagai Bung Karno, Presiden pertama RI. (Foto: Suara Merdeka/yit-15) |
Bung Karno di Gentong
Pertemuan Qodir dengan sosok yang ia yakini sebagai Proklamator RI pada 8 Juli 2002 lalu, sebagaimana diberitakan Suara Merdeka kemarin, tersebar dari mulut ke mulut. Tanpa diduga sebelumnya, Bung karno datang menemuinya dan minta diantar ke sumur kuno yang ia temukan pada Oktober 1989.
Kabar kedatangan Presiden pertama, yang secara ilmiah tak dapat dipertanggungjawabkan itu, tak ayal membuat guru MTs Hasyim Miftahul Ulum Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kudus kembali sibuk dalam mengelola sumur bersangkutan. Tiap hari warga dari Kudus sendiri maupun luar kota berdatangan.
Ada yang sekadar ingin mandi air sumur itu. Ada pula yang membawa pulang airnya, yang dipercayainya bisa untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Entah apa maksudnya, Qodir juga menempel fotokopian potret dia dan "Bung Karno" di tembok sumur. Di samping, memutar VCD yang berisi pertemuannya dengan "Bung Karno" di kawasan Condongcatur (dekat ring-road) Yogayakarta.
Terlepas dari itu semua, kisah Qodir menemukan sumur kuno di kampungnya, Desa Loram Wetan, Jati, sekitar Oktober 1989 memang membuat heboh. Tiap hari ribuan warga datang ke lokasi. Sumur yang terletak di areal sawah milik Masinah, kemudian ditetapkan oleh Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jateng (Prambanan) sebagai situs terakota.
Hingga kini, benda temuan yang masih terdapat di lokasi berupa selumbung (kulit) sumur. Ada tiga selumbung, yang masing-masing berukuran garis tengah 50 cm dan tinggi 50 cm. Selumbung tersebut tak berbentuk seperti buis beton, namun mirik paso (wadah air dari tanah liat).
"Sedang untuk kendi kuno dan ratusan keping uang logam yang terbuat dari emas 23 karat, waktu itu langsung dibawa ke Balai Arkeologi Yogyakarta," kenang Qodir. Kendi tersebut bentuknya tidak sebagaimana layaknya kendi sekarang.
Mengenai uang logam emas ada dua macam. Yang pertama ada tulisannya "Zee Lan Diz bertahun 1729 dan di baliknya bergambar kepala singa, yang satunya ada tulisan "West Friz Siae" bertahun 1732 dan di baliknya bergambar dua singa utuh.
Kisah Qodir menemukan sumur kuno (masyarakat sekitar menyebut gentong) terjadi cukup unik. "Kala itu, saya bingung sedang merenovasi masjid tidak ada dana. Saya prihatin dan sampai sulit tidur. Di tengah kebingungan, saya duduk-duduk di tepi sawah," ceriteranya.
Saat itulah, ia sepertinya ada yang membisiki agar menggali tanah sawah milik Masinah. "Setelah saya minta izin kepada pemiliknya, tanah lalu saya gali. Sebelumnya saya belum tahu kalau ternyata ada sumurnya dan benda-benda kuno lainnya," akunya.
Dari temuan itulah, warga Loram Wetan kemudian mendapatkan cukup banyak dana untuk membangun masjidnya. Soalnya, ribuan orang yang berdatang untuk sekadar melihat maupun mandi dan minum air yang diyakini bisa menyembuhkan penyakit, mengalir dana tak sedikit.
Sekitar dua pekan ini, lokasi sumur temuan Qodir mulai kembali ramai dikunjungi orang, bahkan dari luar kota. (Prayitno-58)
0 Comments