Kesenian, Kuliner dan Budaya Kudus

Awal, di Kota Kudus pada 1880, seorang penduduk yang bernama Haji Djamari mengalami sakit di bagian dadanya, lalu ia mengoleskan minyak cengkih. Setelah itu, sakitnya pun reda. Kemudian ia bereksperimen dengan mencampur cengkih dan tembakau untuk dijadikan ruku'. Karena dibakar mengeluarkan suara "kretek-kretek" maka sejak saat itu dikenal sebagai Kota Kretek.

Sementara itu, Yovie Widianto yang sudah berada di Kota Kudus tidak hanya puas dengan mengetahui asal mula sebutan Kota Kretek. Ia pun mengunjungi beberapa tempat.

Dengan didampingi Renitasari Adrian selaku Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation, Yovie berkesempatan melihat Tari Kretek. Tari yang diciptakan Endang Tonny Supriyadi ini merupakan tari khas Kudus, yang bercerita tentang cara membuat ruku' kretek mulai dari pemilihan tembakau hingga pengemasan.

"Hingga saat ini industri kretek di Kudus masih sangat berkembang, banyak hal menarik dari mulai kesenian tradisionalnya, batiknya, dan kulinernya", terang Adrian.

Selain tarian, kuliner khas Kota Kudus tidak kalah enaknya, seperti Soto Kudus, Garang Asem, Nasi Pindang dan lain-lain. Berbicara soal kuliner, di Kudus terdapat sekolah yang mengajarkan siswa-siswinya untuk bisa memasak masakan kuliner Nusantara.

Sekolah tersebut adalah SMK Negeri 1 Kudus. Di SMK tersebut siswa-siswinya diwajibkan bisa memasak 30 ikon kuliner Nusantara. Dari sekolah inilah nantinya lahir koki-koki yang bertaraf internasional, berkualitas internasional, namun juga jago memasak masakan Indonesia.

Menurut Vivi Adeliana selaku Program Associate Bakti Pendidikan Djarum Foundation menuturkan, bahwa di sekolah ini berbeda dari sekolah-sekolah yang lainnya, dan merupakan sekolah pertama di Indonesia yang mewajibkan siswa-siswinya untuk memasak 30 ikon masakan Nusantara.

"Tujuan sekolah kuliner ini didirikan tidak lain adalah menjaga warisan kuliner Nusantara dan salah satunya dengan mencetak chef-chef yang handal dalam memasak kuliner Nusantara itu sendiri," kata Vivi.

Vivi juga mengatakan dari ke 30 ikon kuliner tadi, harus ada tiga komponen yang wajib, yaitu:

1. Mudah didapat bahan bakunya.
2. Harus bisa diterima oleh lidah masyarakat luas, tidak hanya lidah-lidah di Indonesia saja, juga di negara luar.
3. Dari 30 ikon yang dipilih sebagai kuliner Nusantara itu harus memiliki cerita di balik itu

Vivi menyayangkan bahwa fakta di lapangan bahwa sekolah kuliner di Indonesia itu hanya mengajarkan siswa-siswinya untuk membuat masakan asing ketimbang mengajarkan bagaimana membuat masakan tradisional dengan baik.

"Jadi sayang kalau kita tidak mengembangkan kuliner Nusantara kita dan kebetulan tahun 2013, Kemenparekraf (Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia) mengumumkan 30 ikon kuliner Nusantara. Akhirnya, Djarum Foundation berkerja sama dengan Bank Negara Indonesia bermaksud men-support melalui dunia pendidikan dan dari hal tersebut lahirlah sekolah kuliner ini," jelasnya.

"Hal yang pertama kami lakukan adalah melatih tenaga pendidiknya, karena kualitas pendidikan itu sejatinya tidak akan melebihi kualitas
pengajarnya, jadi pengajarnya harus bisa dahulu, dan juga dilatihnya oleh pakar jasa boga yang diakui dunia, yang dilatih oleh William
Wirjaatmadja Wongso atau biasa dikenal dengan nama William Wongso," tambah Vivi.

Beralih dari kuliner, jika Kudus terkenal sebagai Kota Kretek maka kesenian batik di Kudus tidak kalah pentingnya. Yovie dan Adrian berkesempatan berkunjung ke Galeri Batik Kudus binaan Bakti Budaya Djarum Foundation, sekaligus berkesempatan mempelajari cara mencanting batik.

Di sana mereka bertemu dengan Miranti Serad Ginanjar selaku Pembina Galeri Batik Kudus dan para pengrajin batik. Miranti menuturkan bahwa Galeri Batik Kudus bekerja sama dengan Bakti Budaya Djarum Foundation ingin melestarikan Batik Kudus yang mulai langka.

"Jadi sekarang hanya tinggal tiga pembatik utama. Dalam perkembangannya Batik Kudus sendiri merupakan cikal bakal batik pesisir. Ciri khas dari Batik Kudus adalah "isen-isen"-nya yang halus dan rumit, dan sejarahnya menceritakan biasanya dipakai oleh kalangan menengah keatas. Saat ini kita ada 12 pengrajin yang kita konsentrasikan untuk lebih ke repro karena Batik Kudus sudah mulai punah," ungkap Miranti.

Miranti menambahkan, untuk menambah daya tarik peminat, Batik Kudus akan disusupi motif Menara Kudus, Kretek, dan Kaligrafi.

Sumber: Metro TV

Post a Comment

0 Comments