Pasar Kliwon, sebuah nama yang sangat melekat tidak hanya di ingatan, tapi juga di hati banyak orang. Bukan saja dikenal oleh penduduk lokal, tapi juga dikenang oleh siapapun yang pernah menapakkan kakinya di sana.
Sejarah tempat ini telah dimulai sejak beberapa tahun yang lalu. Pasar kliwon merupakan simpul dari pusat pemerintahan dan ekonomi Kota Kudus yang kemudian berkembang seiring berjalannya waktu. Jutaan detik berlalu, detak jantung Pasar kliwon tetap kencang. Ia menjadi landmark terbesar di kota kudus bahkan sejawa tengah sekaligus episentrum pedagang pakaian dan kuliner. Walau telah banyak berubah, ia tak pernah hampa cerita. Pasar kliwon senantiasa menuturkan kisah-kisah kehidupan yang pantas untuk direnungkan.
Ruang publik Pasar kliwon lebih dari sekadar tempat berdagang. Namun, juga tempat interaksi dan berekspresi. Di tengah keterdesakan ruang yang tak lagi luang, Pasar kliwon masih menjadi panggung bagi individu-individu pemilik hasrat dagang yang meluap-luap. Di Pasar kliwon mereka mencuri perhatian dengan cara yang mengagumkan, senyum yang ramah sembari menawarkan barang dagangannya. Para pedagang ini menawarkan dengan penuh keyakinan di tengah keramaian manusia yang hilir mudik kesana kemari. Keberadaan para pedagang membuat Pasar kliwon tetap istimewa meski kenyamanannya telah berkurang di makan zaman.
Pasar kliwon adalah tempat para pencari rezeki. Bukan hanya bagi para pedagang, pengayuh becak, kusir andong serta ratusan pedagang kaki lima yang berderet menyesaki jalanannya. Namun, juga bagi puluhan orang yang setiap hari menggantungkan hidupnya dengan meminta (pengemis). Mereka hilir mudik menyeberang dari satu sisi jalan ke sisi lainnya, menghampiri satu demi satu pengunjung dan juga pedagang.
Pasar Kliwon telah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Bangunannya dulu masih sederhana, dinding dan pagarnya berupa papan kayu yang disusun rapi. Hanya saja, pasar Kliwon yang dulu lebih luas daripada yang sekarang. Dulu, di depan toko Makmur Jaya ada terminal delman dan krangkeng (dokar yang tinggi), atau dalam istilah Jawa terminal itu disebut koplakan. Namun Karena tempat itu digunakan untuk menjual burung dan ayam, koplakan dipindah di sebelah tenggara pasar. Pasar yang menjual berbagai macam kebutuhan ini masuk dalam wilayah desa Rendeng, Mlati Lor, dan Nganguk.
Pasar Kliwon paling ramai pengunjung setiap pasaran jatuh pada pasaran Kliwon. Terutama pada hari Minggu Kliwon, para pengunjung memadati pasar di setiap sudutnya. Itulah mengapa pasar ini dinamakan pasar Kliwon. Seiring berjalannya waktu karena roda perekonomian cepat berputar pengunjung sekarang ramai setiap saat
Pada tahun 1981, dua hari setelah hari raya Idul Fitri pasar ini terbakar. Kemudian sembari menunggu pembangunan kembali, para pedagang dipindahkan ke lapangan Rendeng. Sekitar tahun 1998 pasar ini baru dibangun kembali. Dengan perencanaan menjadi pasar induk di kota Kudus, pasar Kliwon dibangun permanen hingga tiga lantai. Namun ketika itu, baru separuh bagian dari pasar yang ditinggikan hingga tiga lantai.
Lima tahun yang lalu, tahun 2011 pasar ini terbakar kembali. Namun hanya bagian timur sampai pintu utama saja yang terbakar. Ada satu hal yang menarik di sini, pohon beringin yang berada di dekat pintu utama tidak tersentuh api sedikitpun ketika kebakaran terjadi. Pasar dibangun kembali pada sekitar tahun 2013, sekaligus menyempurnakan seluruh bangunan menjadi tiga lantai hingga sekarang.
Sumber: ISK
0 Comments