Ampyang Maulid merupakan tradisi perayaan Maulid Nabi yang diadakan setiap tahun oleh masyarakat Desa Loram Kulon dan Desa Loram Wetan, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Menurut laporan dari Kompas, pada Minggu (11/1/2015), perayaan ini melibatkan prosesi arak-arakan tandu yang berisi nasi kepel yang dibungkus daun jati. Nasi tersebut kemudian diatur sedemikian rupa hingga membentuk gunungan setinggi 1,5 meter. Selain tandu nasi, juga terdapat gunungan yang berisi buah-buahan dan sayuran. Tandu nasi dalam ampyang ini mengandung nasi, kerupuk, dan sayuran yang dibungkus daun jati.
Setelah diatur dalam gunungan, ampyang tersebut diarak dalam tradisi kirab dan didoakan oleh tokoh agama Islam di Loram Kulon. Setelah itu, ampyang dibagikan kepada warga sebagai puncak acara setelah kirab selesai. Tradisi kirab Ampyang Maulid dilaksanakan di halaman Masjid Wali At-Taqwa, Desa Loram Kulon, yang terletak sekitar tiga kilometer di selatan Kota Kudus.
Selama bertahun-tahun, masyarakat setempat tetap melaksanakan tradisi perayaan Ampyang Maulid dengan konsep yang tidak berubah. Menurut Anis Aminudin, seorang tokoh masyarakat, tradisi ini merupakan warisan turun-temurun di Masjid Wali At-Taqwa. Tujuannya adalah untuk introspeksi diri dan berperilaku sesuai dengan sifat-sifat Nabi Muhammad SAW. Tradisi Ampyang Maulid ini diyakini telah ada sejak abad ke-16 karena Masjid At-Taqwa memiliki gapura kuno dari abad ke-16 Masehi.
Pada tahun 1996, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah menetapkan gapura Masjid Wali At-Taqwa sebagai bangunan cagar budaya. Masjid ini didirikan oleh kerabat Sultan Hadlirin, yang masih berkerabat dengan Raja Kerajaan Demak Sultan Trenggono. Menurut Traveling Chef Wira Hardiyansyah, ampyang merupakan salah satu strategi syiar Islam untuk menarik simpati masyarakat, meskipun pada awalnya dipengaruhi oleh tata cara agama Hindu.
Tradisi kirab dimulai pada pukul 05.00 WIB dengan melantunkan shalawat Nabi dan membacakan riwayat hidup dan kisah sufi Nabi Muhammad SAW. Setelah itu, kelompok remaja dari Loram Kulon tampil dengan bermain musik dan menyanyikan lagu-lagu dengan nuansa Timur Tengah. Selain itu, mereka juga menampilkan tarian sufi gambus. Kirab dimulai setelah tengah hari dan berakhir di Masjid At-Taqwa setelah melewati Lapangan Loram yang berjarak sekitar 1,5 kilometer. Selama kirab, warga sepanjang jalur ampyang berdesakan untuk menyaksikannya.
Peserta kirab terdiri dari banyak remaja, anak muda, aktivis masjid, dan mushala. Selain menampilkan gunungan ampyang dan hasil bumi, peserta juga membawa replika Menara Kudus, replika Kabah, dan tokoh-tokoh agama dalam sejarah Desa Loram Kulon. Ada juga kehadiran pasangan pengantin yang ikut serta dalam kirab, dengan tujuan agar mereka memperoleh keselamatan dan kebahagiaan sepanjang hidup mereka. Pesan-pesan sosial semakin ditekankan dalam kegiatan kirab, termasuk penyampaian pesan oleh anak-anak muda dengan tema modern.
Mereka menampilkan tokoh-tokoh mantan penjudi, koruptor, dan penjahat yang telah bertobat. Selain itu, ada juga penampilan anak remaja yang menggambarkan setan yang dibelenggu, sebagai bentuk teguran sosial untuk mengingatkan masyarakat agar kembali ke jalan yang benar dalam hidup mereka.
Sumber: Kompas
0 Comments