Sunan Kudus dan Menghormati Ajaran Hindu

 Sunan Kudus dilahirkan sekitar tahun 1400 Masehi. Sewaktu dilahirkan, Sunan Kudus diberi nama Jaffar Shadiq atau Sayyid Ja'far Shadiq Asmatkhan. Sewaktu kecil, ia sering dipanggil Raden Undung. Sunan Kudus juga pernah dipanggil sebagai Raden Amir Haji, karena sewaktu naik haji ia bertindak selayaknya amir atau pimpinan rombongan. Sunan Kudus adalah putra dari Sunan Ngundung atau Raden Isman Haji dan Syarifah Ruhul atau Dewi Ruhil yang memiliki gelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng Melaka binti Sunan Ampel. Ayah Sunan Kudus, yakni Sunan Ngundung adalah salah satu tokoh penyebaran agama Islam di daerah Jipang, Panolan, serta Blora). Sunan Ngundung merupakan panglima Kesultanan Demak Bintoro. Sedangkan istrinya, Syarifah Ruhul merupakan adik Sunan Bonang.



Mendatangkan sapi

Mengutip dari Buku Mengenal Sembilan Wali (Wali Sanga) (2018) karya Susilarini, disebutkan jika Sunan Kudus pernah memegang peran sebagai panglima perang untuk Kerajaan Demak. Tidak hanya itu, Sunan Kudus juga pernah menjabat sebagai hakim pengadilan di Kerajaan Demak serta penasihat Arya Penangsang. Cara berdakwah Sunan Kudus tergolong unik, karena menggunakan sapi untuk menarik perhatian warga agar mau datang mendengarkan dakwahnya. 


Dalam Buku Sunan Kudus (Ja'far Shadiq) karya Yoyok Rahayu Basuki, diceritakan jika suatu hari Sunan Kudus membeli sapi yang pernah disebut sebagai kebo gumarang. Sapi itu didatangkan dari India oleh pedagang asing menggunakan kapal besar. Oleh Sunan Kudus, sapi itu dipelihara di pekarangan rumahnya. Masyarakat Kudus yang saat itu mayoritas masih beragama Hindu, tertarik dengan apa yang dilakukan oleh Sunan Kudus terhadap sapi tersebut. Dalam agama Hindu, sapi adalah hewan suci untuk kendaraan para dewa. Maka dari itu, banyak masyarakat Kudus yang datang ke pekarangan rumah Sunan Kudus, untuk mencari tahu apa yang akan dilakukan Sunan Kudus terhadap sapi tersebut. Hingga pada akhirnya Sunan Kudus bercerita jika ia pernah diselamatkan oleh seekor sapi, maka dari itu ia melarang masyarakat Kudus untuk menyembelih sapi. Banyak masyarakat agama Hindu kagum dengan kisah Sunan Kudus. Tidak sedikit dari mereka menyangka jika Sunan Kudus adalah titisan Dewa Wisnu. Maka dari itu, mereka bersedia untuk mendengarkan ceramah Sunan Kudus. Akhirnya banyak masyarakat Kudus yang memutuskan untuk memeluk agama Islam.

Sunan Kudus mengajarkan cara penyebaran agama Islam melalui toleransi. Menara Kudus adalah salah satu buktinya. Gaya arsitektur bangunan menara tersebut memiliki corak agama Islam dan Hindu. Tidak hanya itu, Sunan Kudus juga meminta agar masyarakat Kudus tidak menyembelih sapi pada perayaan Idul Adha. Sebagai penggantinya, warga bisa menyembelih kerbau. Tujuannya untuk menghormati masyarakat Kudus yang memeluk agama Hindu. Sunan Kudus mendapat gelar Wali Al-'Ilmi, berarti orang yang memiliki ilmu luas, yang diberikan oleh Wali Songo. Tidak hanya Menara Kudus dan bentuk toleransinya, Sunan Kudus juga meninggalkan karya berupa cerita keagamaan Islam serta Tembang Macapat, yakni Gending, Maskumambang dan Mijil. Sunan Kudus wafat sekitar tahun 1550 Masehi. Ia meninggal saat menjadi imam salat subuh di Masjid Menara Kudus, dalam posisi sujud. Ia dimakamkan di lingkungan Menara Kudus.

Sumber: Kompas

Post a Comment

0 Comments