Islam masuk ke Jawa melalui perdagangan di kota-kota pelabuhan. Islam mulai dikenal di Pulau Jawa diperkirakan pada abad ke- 11 hingga 12 Masehi. Persebaran agama Islam di Pulau Jawa tidak bisa lepas dari peran Wali Songo. Ketika Sunan Kalijaga mengembangkan Kota Demak menjadi pusat perkembangan agama Islam, Sunan Kudus memutuskan berpisah dan menyebarkan ajaran Islam di Kota Kudus. Seiring dengan berkembangnya Kota Demak, Kota Kudus juga berkembang. Ajaran Islam diterima dengan mudah oleh masyarakat karena memberikan toleransi terhadap kebudayaan Hindu-Buddha dan animisme. Dalam buku Sejarah Peradaban Islam di Kudus (204) oleh Roes, Kota Kudus merupakan ibukota Kabupaten Kudus dengan luas sekitar 422,21 kilometer persegi.
Berdirinya Masjid Menara Kudus tidak lepas sari peran Sunan Kudus sebagai pendiri dan pemrakarsa. Sunan Kudus memiliki cara yang bijaksana dalan berdakwah. Sunan Kudus menggunakan pendekatan fabian, yaitu menyesuaikan diri, menyerap, bersikap pragmatis, dan menempuh cara dengan melakukan kompromi parsial dengan semangat toleransi terhadap nilai-nilai budaya warga setempat yang kebanyakan memeluk agama Hindu. Salah satu sikap toleransi yang diajarkan Sunan Kudus yaitu pantang menyembelih sapi dan memakan dagingnya. Hal tersebut dilakukan untuk menghormati warga masyarakat yang memelik agama Hindu. Bahkan sampai saat ini, masyarakat Kudus mengganti daging sapi dengan daging kerbau atau ayam.
Bentuk akulturasi budaya
Masjid Menara Kudus tampak berbeda jika dibandingkan dengan masjid-masjid pada umumnya. Keunikan tersebut terlihat dari bangunan menara yang ada di sebelah tenggara masjid. Menara yang tersusun dari batubata merah tersebut meyerupai Nale Kulkul atau bangunan penyimpan kentongan di Bali. Melalui karakteristik inilah, Masjid Menara Kudus mencerminkan sikap tenggang rasa atau toleransi yang sudah ada sejak dahulu. Dilansir dari jurnal Perpaduan Budaya Islam dan Hindu dalam Masjid Menara Kudus (2017) oleh Andanti Puspita Sari Pradisa, perpaduan budaya dalam Masjid Menara Kudus terjadi karena cara penyampaian Sunan Kudus dalam mengajarkan Islam tetap menghormati masyarakat Kudus yang sudah memeluk ajaran Hindu. Penerapan budaya Hindu dalam Masjid Menara Kudus dapat dilihat dari pembagian bagian menara menjadi tiga, yaitu kaki, badan, dan puncak bangunan khas Jawa-Hindu.
Atap tajug bertingkat dua, penggunaan ornamen-ornamen, dan adanya candi siku yang berada di pintu masuk juga menjadi bukti akulturasi budaya. Adopsi budaya Jawa-Hindu juga terlihat pada delapan pancuran untuk wudhu, di mana diletakkan arca di atas pancuran tersebut. Masjid Menara Kudus merupakan ekspresi budaya masyarakat pesisiran dan nilai pendidikan multikultural yang tercermin di dalamnya. Berdasarkan SK Menteri No 049/M/1999, SK Menteri No 111/M/2018, dan No REGNAS RNCB. 19990325.04.000294, Masjid Menara Kudus ditetapkan mnjadi Cagar Budaya kategori Situs Tingkat Nasional.
Sumber: Kompas
0 Comments