KH Yasin dilahirkan sekitar tahun 1890-an di desa Cebolek kecamatan Margoyoso kabupaten Pati. Sejak kecil, sebagaimana anak-anak santri yang lain, ketertarikan beliau akan pengetahuan agama sangatlah mencolok. Beliau rajin belajar agama baik di lingkungan desanya maupun di tempat lain. Tak dapat dipastikan bagaimana proses belajar kiai Yasin saat itu karenatidak diperoleh data-data yang memberikan keterangan ikhwal tersebut. Namun ditemukan keterangan bahwa beliau pernah belajar kepada kiai Idris Jamsaran Solo, KH Khalil Bangkalan Madura, kiai Abdus Salam bin Abdillah Kajen, kiai Sanusi bin Ya’kub Jekulo dan kiai Nawawi Sidogiri Jawa timur.
Kiai Yasin ketika mondok dikenal sebagai santri yang jarang memberikan arti (makna) dalam kitabnya. Namun beliau mampu mengikuti pelajaran-pelajaran dengan baik. Bahkan ketika belajar di tempatnya kiai Idris beliau diperbolehkan untuk mengikuti pengajian kitab Hikam yang hanya boleh diikuti oleh santri yang sudah berusia sekitar 40 tahun. Kiai Yasin saat itu masih berusia 25 tahun. Perihal ini beliau sempat menanyakan secara pribadi kepada kiai Idris. Namun rahasia apa yang sebenarnya tersimpan di balik kebolehan serta sikap kiai Idris tersebut hanya kiai Idris-lah yang tahu.
Lama belajar ilmu agama di Indonesia, beliau merantau keluar negeri untuk mendalami agama. Tepatnya di kota Mekkah. Di kota suci ini beliau sempat singgah dalam waktu yang cukup lama. Dan beliau juga terlibat dalam pergaulan akrab ulama’ Mekkah. Perihal kedekatan ini terbukti ketika beliau dihadapkan kepada kasus keberadaan bank di Indonesia. Beliau pun mempertanyakan masalah ini kepada ulama’-ulama’ Mekkah waktu itu. Dan akhirnya setelah melalui berbagai pertimbangan ulama’ Mekkah pun memutuskan keharaman bank. Dan kiai Yasin mengikuti putusan hukum tersebut dan mendukung akan keharaman bank saat itu.
Sekian lama menempa ilmu pengetahuan, kiai Yasin akhirnya menetap di Jekulo setelah sebelumnya singgah sebentar di Cebolek. Di sini kiai Yasin menikahi seorang gadis bernama Muthiah binti Yasir. Dari pernikahan ini kiai Yasin dianugerahi banyak putra, namun dari sekian putra beliau banyak yang meningal dan hanya tersisa empat orang yakni Nafisatun (istri kiai Muhammadun), KH Muhammad (pengasuh pondok pesantren kaumaniyah Jekulo), Muslimah (rahimahumullah), dan KH Sanusi.
Dakwah Islamiyah
Datang di desa Mbareng, Jekulo, kiai Yasin memang berhadapan dengan masyarakat yang mayoritas masih didominasi oleh kaum abangan yang tidak mengenal agama sama sekali. Kondisi masyarakat saat itu adalah masyarakat yang suka berfoya-foya dan menyenangi hal-hal yang kerap melalaikan (malahy). Bahkan menurut cerita, rumah yang beliau tempati adalah bekas tempat gong wayang yang biasa dipakai oleh warga sekitar ketika menanggap tontonan wayang.
Di tempat ini kiai Yasin membangun pondok sebagai tempat mengkaji agama. Pembangunan ini dilakukan sekitar tahun 1918. Saat itu kiai Yasin baru berputra 2 orang. Sebelum pondok ini berdiri praktis aktivitas beliau banyak dihabiskan di masjid kauman Mbareng. Konon di tempat kiai Yasin mendirikan pondok ini, sebelumnya dihuni oleh kiai Tayib, seorang Muhammadiyah yang mengajar di madrasah. Nah, kiai Yasin terlibat dalam perdebatan sengit dengan kiai Tayib. Dalam perdebatan ini diberlakukan kesepakatan dimana salah seorang yang kalah harus meninggalkan tempat tersebut. Bi ‘aunillah, kiai Yasin memenangkan perdebatan tersebut dan akhirnya kiai Tayib pun pindah. Wal hasil, kiai Yasin berhak atas tempat tersebut.
Di pondok ini kiai Yasin mengajar santri tiap hari. Kiai Yasin sendiri dikenal sebagai sosok yang lurus, yang banyak bergelut di pesantren. Atau kalau memakai pembedaan tipe kiai antara kiai langgar dan kiai pesantren dimana tipe kiai pertama cenderung menjadi imam warga sekitar dan tipe kedua adalah kiai yang banyak menghabiskan waktu di lingkungan pesantren, maka kiai Yasin adalah tipe kiai pesantren. Banyak waktunya dihabiskan di pesantren bersama para santri. Jarang sekali kiai Yasin terlibat dalam urusan-urusan di masyarakat. Waktu itu memang bukan hanya kiai Yasin yang rajin mengadakan pengajian-pengajian agama. Namun ada seorang tokoh bernama kiai Dahlan (masih kerabat beliau) yang memegang madrasah kampung sebagai tempat menimba ilmu bagi masyarakat.
Bahkan karena banyaknya santri, terutama datang dari daerah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, maka dibangunlah sebuah pondok lagi di dekat bangunan pondok pertama. Pembangunan ini dilakukan sekitar tahun 1923. Pondok inilah yang kemudian dikenal sebagai pondok al-Qaumaniyyah yang nantinya banyak melahirkan tokoh-tokoh masyarakat serta kiai-kiai besar. Kiai Yasin mengajar setiap hari. Adapun waktunya yakni sesudah sholat dhuhur sampai dengan ashar, sesudah sholat ashar sampai dengan maghrib dan sesudah sholat isya’ sampai dengan pukul 21.00 malam.
Latar Politik
Sebagai seorang tokoh agama, kiai Yasin sering dijadikan target operasi yang dilakukan oleh Belanda. Pernah suatu ketika rumah beliau didatangi Belanda. Dan kejadian aneh muncul. Secara tiba-tiba kiai Yasin mampu berbahasa Belanda dan terlibat percakapan dengan Belanda tersebut. Padahal kiai Yasin tidak pernah belajar bahasa Belanda. Sesaat setelah percakapan selesai Belanda pun akhirnya pergi. Kejadian serupa juga terjadi ketika ada Belanda sedang mengamuk di Kawedanan. Kiai Yasinpun dipanggil. Dan kiai Yasin pun mampu berkomunikasi dengan Belanda tersebut sampai akhirnya kiai Yasin dipersilahkan pergi meninggalkan Kawedanan.
KH.Yasin juga merupakan salah satu tokoh dibalik layar yang mengantarkan berdirinya organisasi Nahdlatul Ulama. Hal ini diperkuat oleh riwayat habib Lutfi bin Yahya ketika Harlah NU pada tahun 2010 di Kota Pekalongan. Pada zaman penjajahan Jepang, kiai Yasin juga sempat menggembleng para santri dan masyarakat setempat untuk melakukan perlawanan dalam rangka mengusir penjajah Jepang yang sangat kejam.
Tahun 1948 ketika terjadi pemberontakan PKI, kiai Yasinpun mendapatkan tekanan represif dari tokoh-tokoh PKI. Berkali-kali beliau mau diculik dan dibunuh oleh PKI namun beliau berhasil meloloskan diri. Ironisnya lagi yang melaporkan setiap gerak-gerik dan memberikan keterangan tentang aktivitas yang dilakukan kiai Yasin adalah tetangga beliau sendiri.
Karya
Sesungguhya tidak banyak karya yang bisa ditemukan dari kiprah kiai Yasin selama bertahun-tahun. Beliau hanya sempat menulis syarah Asma’ul Husna dan tulisan-tulisan khutbah hari raya dalam bahasa arab. Satu hal lagi yang bisa dilihat dari pengaruh kiai Yasin yang sampai sekarang masih banyak diamalkan oleh masyarakat adalah ijazah Dalail al-Khairat. Ijazah ini seringkali diamalkan oleh para santri sebagai sarana tirakatan untuk mendekatkan diri kepada sang Khalik dan ungkapan prihatin dalam rangka menuntut ilmu. Dalam pengamalanya, si ‘amil harus berpuasa selama tiga tahun berturut-turut, kecuali hari haram dan hari raya, dan tidak boleh batal di tengah-tengah puasanya karena kalau batal sebelum batas waktunya harus mengulang dari awal.
Kiai Yasin meninggal dunia pada bulan Desember 1953 karena penyakit komplikasi dan dimakamkan di samping masjid jami’ Kauman. Makam beliau kerap dikunjungi banyak orang dari berbagai daerah. Terutama para santri pondok pesantren al-Qumaniyyah yang sekarang di asuh oleh cucu-cucu beliau sepeninggal KH Muhammad (putra kiai Yasin). Lahu Al-Faatihah
Sumber : Wawancara dengan putra kiai Yasin yakni KH Sanusi Jekulo di kediamannya pada tanggal 3 April 2003 dan putra KH Muhammad alm yang sekarang mengasuh pondok pesantren al-Qaumaniyyah dilengkapi dengan wawancara bersama santri beliau pada tanggal yang sama.
0 Comments